aku adalah senja yang enggan meninggalkan petang karna sudah terkurung nyaman dalam orange langitnya.
Minggu, 16 Desember 2012
Selasa, 04 Desember 2012
sekedar imajiku yang ambigu
aku disudut bisu masi dalam lamunan yang
menimang-nimang pilu, tapi ini bukan lagi tentang pilunya sendu,
melainkan imajinasi yang ku mainkan sendiri dalam ruangku. Aku sebagai
pemain sekaligus sutradara, peranku disini ganda makanya aku sangat
antusias menikmatinya, hingga hamdallah aku jadikan akhir dari setiap
adegan yang aku lakoni.
karna aku mampu berperan dan mengakui kebodohanku meski lewat adegan ini
…..
“memang hal seperti ini masih perlu dipermasalahkan?? Apa tidak ada masalah lain yang bisa kau selesaikan??” nada bicaranya datar
“dengarlah, ini perkara yang memang harus kusampaikan pada tuan.”. wajahnya meratap
“sudahlah, aku sudah muak. Bagiku ini semua sudah selesai dan tak perlu lagi kau angkat ke permukaan.”. bergeser sedikit untuk memalingkan wajahnya
“tapi, tuan tidak akan pernah mengerti, bagaimana deritaku memikul beban.”
“kau membicarakan tentang pengertian padaku?”
“memang apa yang kau mengerti dariku, coba ceritakan. Dan ingat aku benci wajah-wajah yang bersembunyi dalam tawa.”
“sesungguhnya ingin sekail saya menyampaikan, namun tetiba firkiranku berubah. Aku khawatir kelak kau akan kembali menciptakan jarak.” Smbil mengehela nafas, ia tersenyum ” Biar kusimpan ini sendirian tanpa perlu kau tau aku kesakitan.”
“boleh ku samakan kau dg penipu.”
“tapi aku tidak membohongimu”. Membela diri.
“tapi kau membohongi dirimu”
diam, dan tersungkur malu dalam bisu.
Minggu, 25 November 2012
semesta selalu punya cara dalam merajut bahagia
menghabiskan pagi hingga petang, di depan layar monitor yang
dibawahnya menari tuts-tuts yang berwara-wiri hampir setiap hari. soal jenuh
jangan di tanyakan lagi, itu sudah pasti. Hanya saja dibutuhkan kejelian untuk
mensiasati semuanya dg apik.
Seperti terdengar “tolong lebarkan spasi
dalam ruang nyamanku hingga meluas dan tak mudah retak.” Jerit hati seorang
perempuan yang di iya-kan kawan seperjuangannya.
Akhirnya mereka mencari-cari hal yang menarik
tp juga membawa manfaat, dengan minimnya informasi yang mereka dapat kemudian
mereka memutuskan untuk bergerak cepat sebelum jenuh semakin menggerogoti ruang
sempitnya.
Alhamdulillah pencarian mereka berakhir,
ruang aula dekat kantor pemerintahan sudah mereka sambangi, itu yang mereka
cari. Dan rona bahagia tak bisa ditutupi lagi dari mimik yang dipancarkan
keduanya. Senyum sumringah, teriak bahagia ala permpuan remaja pun mereka
dendangkan, padahal nyatanya mereka adalah wanita yg harus sudah dikatakan
dewasa. Tapi apa mau di kata, siapapun yang menemukan apa yang di cari boleh
kiranya kita sebut itu sebuah kebahagian yang di ekspresikan secara nyata
adanya :)
Dan sampai detik ini kebahagian itu nyata
tak terbantahkan. Solidaritas yg gag bs diragukan, kebersamaan yg slalu diutamakan
dan cerianya tanpa kemunafikan. Begitulah… saya menikmatinya lebih dari kata
bahagia, sampe gag kebayang kalo kalo suatu saat saya harus memutuskan untuk
keluar dari barisan.
Kepada keluarga besar cingkrig kong hayat
saya ucapkan hatur nuhun sangat dan kepada yg memperkenalkan, padanya kami ucapkan
terimakasih. Saya tau semesta slalu bekerja untuk kebahagian kita.
Kamis, 22 November 2012
mengaggumimu, cukup sekian nyaliku
Dingin dan gemercik hujan mengantarkan aku pada
layar kaca yang ada dihadapanku saat ini, entah tiba-tiba aku ingin
menulis sesuatu tentang makhlukNya yang belakangan ini memenuhi isi
kepalaku, ya semoga tidak berlebihan. Karna yang aku tau Rabb ku itu
Maha Pencemburu makanya perihal ini ku simpan rapi di dalam qolbu. Walau
sejujurnya ingin sekali dia tau tentang kagum yang ku simpan sejak
dulu.
Sebuah nama sebuah rahasia tapi tidak bisa
dikatakan rahasia lagi mengingat sahabat-sahabat terdekatku sudah mulai
tau perkara asa hingga rasa yang aku sandarkan padanya. Tadinya ingin ku
telan sendiri, tapi apa mau di kata namanya juga rasa makin di simpan
justru malah bikin gelisah.hehe biasalah wanita salah satu bentuk
ujiannya adalah mengendalikan rasa
Sebenarnya, bisa dikatakan aku adalah orang yang
supel dalam bergaul, tapi entah kenapa saat di hadapannya aku harus
bekerja keras untuk berlaku senormal mungkin. Aku menjadi linglung,
bersikap seperti baling-baling yang hanya berputar di satu titik tanpa
kendali dan sulit berhenti. Bahkan kedua mataku yang jeli pun tak mampu
mengeja apa yang sedang ia ceritakan.
jiwaku berteriak “jadilah aku, setidaknya
kau akan tau bagaimana rasanya menyimpan sendu dari decak kagum yang tak
pernah kau tau.”
Sungguh kekaguman yang tertimbun pada si pemilik
senyum itu sebenarnya bukan dalam tempo yang singkat, melainkan sejak
duduk di bangku sekolah dulu entah sudah berapa tahun yang lalu dan ku
biarkan saja begitu. Samapai akhirnya kekaguman itu berkembang pesat
diluar dugaanku bahkan sudaha melahirkan sebuah asa hingga rasaku hambar
untuk lelaki lain. semoga Alloh memaafkan andaikata terselip hal yang berlebihan, karna tak
jarang aku sampai menyelipkan namanya di antara semoga dan aamiin-ku.
Kamis, 15 November 2012
sumringah
mimik wajah yang tidak bisa saya tutupi, kekaguman yang
tidak bisa saya hindari. senyum-senyum sendiri jadi rutinitas pagi kala
sosokmu mulai menghiasi hari, entah lewat sapaan maya yang menyapa atau
lewat bayangan yang aku ilustrasikan sendiri .
:: pagi yang asyik di lewati dengan senyum-senyum sendiri
hari ini matahari lebih awal menampkan diri dan sinarnya menjadi saksi
mimik wajah yang tidak bisa di tutupi lagi, “apa
ia wajahku transparan sekali untuk di tebak sepagi ini..” kataku dalam
hati ketika sepasang mata mulai kembali melirik.
mencoba menguasai diri dari letupan-letupan yang lahir dari kekaguman yang tak bisa aku hindari. lalu adegan senyum-senyum sendiri menjadi awal pagi yang sudah tidak terlalu pagi.
“sumringah sekali”, itu yang mereka simpulkan dari seyum simpulku tadi. yaa.. karna memang baru sebatas itu rasa yang Alloh anugrahakan. sederhana, secukupnya saja :)
mencoba menguasai diri dari letupan-letupan yang lahir dari kekaguman yang tak bisa aku hindari. lalu adegan senyum-senyum sendiri menjadi awal pagi yang sudah tidak terlalu pagi.
“sumringah sekali”, itu yang mereka simpulkan dari seyum simpulku tadi. yaa.. karna memang baru sebatas itu rasa yang Alloh anugrahakan. sederhana, secukupnya saja :)
:: pagi yang asyik di lewati dengan senyum-senyum sendiri
Senin, 12 November 2012
selamat kopi secangkir pagi
jarangnya aku meminum kopi di pagi hari tidak sama dg jarangnya aku menempatkan kamu disela do’a. Dan pagi ini kopiku begitu manis, kental juga harum. Persis seperti rindu yg smakin di tahan semakin sengit :D
yaa.. Aku si terserah apa kata ucap makhluk setelah ini, yg mungkin akan menertawakan atau boleh jg menganggap aku berlebihan dan silahkan saja jika kalian berfikir aku ini bodoh karna masih mengudarakan rindu pada dia yg tak pernah tau.
Pada dia yg mencuri perhatianku .
Sesungguhny saat ini pun aku sedang tertawa geli menyaksikan tingkah polahku bersama secangkir kopi pagi, hari ini.
Kepadamu selamat pagi…
Sudah cukup aku saja yg perhatiannya kau curi tak usah yg lain :)
yaa.. Aku si terserah apa kata ucap makhluk setelah ini, yg mungkin akan menertawakan atau boleh jg menganggap aku berlebihan dan silahkan saja jika kalian berfikir aku ini bodoh karna masih mengudarakan rindu pada dia yg tak pernah tau.
Pada dia yg mencuri perhatianku .
Sesungguhny saat ini pun aku sedang tertawa geli menyaksikan tingkah polahku bersama secangkir kopi pagi, hari ini.
Kepadamu selamat pagi…
Sudah cukup aku saja yg perhatiannya kau curi tak usah yg lain :)
Selasa, 06 November 2012
Teruntuk, entah siapa Kamu
Aku masih disini, ditemani sepi dan pengapnya rindu. Apa kau tau ?
Menahan getirnya rasa dalam tombak cemburu pada muda mudi yg berlalu.
Menantimu bukan hal yg mudah, memang. Tapi keyakinanku bilang aku mampu bahkan sanggup mengukir senyum dihadapan mereka yang kerap kali menggodaku dengan menanyakan keberadaanmu.
Aku mencoba untuk tidak perduli, tapi andai saja kau tau itu perih.
Walau begitu, Sungguh,
Demi menunggumu, aku rela menangis di balik pintu zaman yang kerap kali menawarkan senyuman.
Demi menunggumu, aku siap meski cibiran sekitar semakin mengganggu telingaku.
Demi menunggumu, tak jarang aku menghajar waktu yg senang menyelipkan sendu.
Kamu,
Kepadamu rindu ku simpan rapi didalam qolbu.
Kepadamu, kapan muncul dipermukaan hidupku untuk menjelma menjadi kehidupan baru?
Kepadamu, mintalah selalu pada-Nya agar aku slalu dikuatkan dalam menunggu.
Kepadaamu, ku mohon jangan terlalu lama membuatku di rajam piluny rindu.
Padamu wahai pemilik tulang rusukku.
Menahan getirnya rasa dalam tombak cemburu pada muda mudi yg berlalu.
Menantimu bukan hal yg mudah, memang. Tapi keyakinanku bilang aku mampu bahkan sanggup mengukir senyum dihadapan mereka yang kerap kali menggodaku dengan menanyakan keberadaanmu.
Aku mencoba untuk tidak perduli, tapi andai saja kau tau itu perih.
Walau begitu, Sungguh,
Demi menunggumu, aku rela menangis di balik pintu zaman yang kerap kali menawarkan senyuman.
Demi menunggumu, aku siap meski cibiran sekitar semakin mengganggu telingaku.
Demi menunggumu, tak jarang aku menghajar waktu yg senang menyelipkan sendu.
Kamu,
Kepadamu rindu ku simpan rapi didalam qolbu.
Kepadamu, kapan muncul dipermukaan hidupku untuk menjelma menjadi kehidupan baru?
Kepadamu, mintalah selalu pada-Nya agar aku slalu dikuatkan dalam menunggu.
Kepadaamu, ku mohon jangan terlalu lama membuatku di rajam piluny rindu.
Padamu wahai pemilik tulang rusukku.
Rabu, 31 Oktober 2012
sejenak melepas asa.
memulai
pagi dg merapikan barisan asa, tak perduli jika harus ku mulai dari nol. Bagiku
tidak ada istilah kesiangan sekalipun mentari hampir menari-nari dalam
singgahsananya. sekali lagi aku tidak perduli, Aku sudah bangun dari mimpi dan akan
mengejar asa yang berlari !
“tapi Tuan, hari ini apa tidak terlalu pagi
untuk memaksaku berdiri lebih tegap dari hari kemarin”
“lalu kau akan
menunggu sampai kapan?”
“beri aku sedikit jeda untuk bernafas panjang, dan berfikir lebih jernih
sekali lagi untuk mengatur siasat agar langkahku tak lagi papah.”
“tapi aku tidak bisa
membuang waktu menunggumu, pahamilah aku adalah asa yang tidak hanya diburu
oleh mu.”
“yaa.. aku tau!”
“lantas kau tunggu
apalagi, bergeraklah! Bergerak!!
“aku masih lelah
paska pengejaran tempo hari, ku mohon pintalah pada sang waktu untuk memberiku
keringanan sedikit saja untuk melanjutkan pemburuanku, esok.”
“sayangnya waktu
terlalu angkuh untuk di rayu!”
“tapi aku benar-benar
membutuhkan pemulihan, tolong aku.”
“maaf, aku harus
pergi. Teruslah kejar aku jangan biarkan lelah mengalahkanmu.”
“baiklah, aku tidak
akan lagi memintamu untuk menunggu, pergilah temui mereka yang tak pandang
lelah dalam memburumu. Aku maklum, kau bukanlah milik pemalas sepertiku.”
“berhentilah jadi
pecundang, kau tak perlu menunggu petang untuk menjadi seorang pembangkang. Sesungguhnya
aku dekat, kau hanya perlu merapat tanpa banyak berdebat.”
Teriak
asa memecah suasana, membuyarkan lamunan.
Aku
berbisik “kamu tak perlu khawatir aku mampu memperlakukan masalalu dengan
apik, untuk masa depan yg lebih baik.”
Senin, 29 Oktober 2012
potret pelangi
Aku di sudut langit mendung , tidak lagi berharap pada sinar mentari .
– berfikir tentang pelangi —
Baiklah hujan yang deras sekalian tak apa asal mau berjanji dengan ku setelah itu mau menghadirkan pelanginya .
Angan ku membayang sekiranya langit mau berbaik hati memanjakan mata kami,
ya… kami para perindu pelangi yang kerap kali
menanti warna-warni langit yang slalu membuat kami takjub atas
kuasa-Nya, memuji akan pelukisnya Yang Agung.
Tapi ada yang terlupakan , aku lupa sekarang sudah petang .
Jadi seberapapun aku memaksanya berjanji langit tidak akan menghadiahkan pelanginya .
Dan sebentar lagi petang menghilang berganiti tugas dengan malam ,
aku masih berharap tp sekarang aku tidak lagi berharap pada langit namun keajaiban
‘seandainya ada pelangi yang mmbujur cantik setelah hujan berhenti dan matahari tenggelam’
ah.. daya hayal ku mulai kelewatan, apa mungkin pelangi sudi bercinta dengan gelap ????
jakarta, lupa tanggal
di pojok angkot di peluk sepi dalam balutan bising ibukota sore hari
Selasa, 16 Oktober 2012
menyimak kicaumu, nona.
masih pagi, tapi sudah tidak buta. kemudian merasakan keisengan yang berujung jadi memperhatikan dalam-dalam yang akhirnya menjadi sebuah respon dari apa yang baru saja anda kicaukan. kalau boleh saya lancang, begini; sungguh saya tau apa yang ingin anda sampaikan , saya mengerti apa apa yang sedang and fikirkan, bahkan saya faham tentang rasa yang anda ciptakan sendiri.
kenapa?
karna kita sama, nona.
hanya saja terbungkus rapi dalam rupa yang berbeda dan cara penyampaian yang juga tidak sama, kira-kira begitu??
entahlah .
bagi saya ini hanya tentang kepedulian, urusan benar atau salah itu belakangan. yang penting saya sudah mencoba menyelemi imaji anda dalam pengamatan yang sederhana, itu saja.
Rabu, 10 Oktober 2012
dinginmu tak membuatku beku
“Hai nona , raut wajahmu masih terlihat datar persis seperti
terakhir kali kita berbincang tempo hari, bagaimana kabarmu? Aku masih
menyimpan perbincangan usang kita kemarin”
Kalimat yang ku awali ketika kita akhirnya
bertatap muka lagi setelah sekian lama kita hanya berbincang perlu via seluler,
dengan melempar senyum dan sedikit menggoda aku memulai percakapan.
“baik, kabarmu?” dengan
nada memaksa dan tetap membelakangiku.
“so far so good, ya walaupun harus ngomong sm sikut” ledekku, yang kemudian disambut dengan lesung pipitnya yang
mengembang, setelah itu hening.
Bagiku ini bukan hal baru, sosoknya
memang mulai terbiasa tampil seperti itu, aku maklum karna dia pun bagitu maklum
menghadapi aku yang semakin cerewet menghadapinya.
Di bale bambu belakang rumah,
kami menikmati sepoi angin yg mengantarkan kami pada senja, setelah lama di
kuasai suasana dingin akhirnya aku
mencoba membuka topik, setelah merasa mantap memilih tema yg tepat.
“Bagaimana skripsimu?” aku
memcah keheningan.
Tidak ada tanda-tanda jawaban
darinya.
Ku fikir anak ini tak menanggapiku,
tatapanya kosong dan sesekali hanya memainkan ranting pohon yang jatuh di
sampingnya. atau mungkin ia tak mendengar pertanyaaanku, baik kucoba ulangi
pertanyaanku
“hai
nona bagaimana dengan skripsimu?? Lancarkah ??” . tegasku.
“apa ?? skripsi..??” jawabnya
sambil menoleh ke arahku datar.
“oke baiklah, mungkin memang tidak semua hal harus di selesaikan dengan
cepat tapi pahamilah mempertanggung jawabkan dengan tepat itu berlaku untuk
sgala hal”. Kataku untuk mengakhiri topik ini.
Kemudian kembali hening.
Aku memang kerap kali dibuat mati
gaya oleh wanita berlesung pipit ini, tapi aku selalu punya cara untuk
membuatnya kembali larut dalam perbincangan syahdu kita. Sebenarnya mudah,
hanya dengan secangkir kopi favoritnya.
Lalu aku beranjak ke dapur.
“iniih…” aku
menyodorkan secangkir kopi hangat. Hati-hati
masih panas”.
“terimakasih” katanya setelah menyeruput isi
cangkir. Matanya terpejam, “ enak
sekali.”
“tadi aku melihat moly lari ketakutan, apa belum kau beri
makan sampai ia harus mencuri ikan tetangga?”
“oh.. itu..” wajahnya
tenang tapi tak menghiraukan.
“itu apanya? moly
bagaimana?” lagi-lagi aku harus menegaskan dan
sedikit mengeraskan nada suaraku.
“bahkan sudah seminggu aku tidak mendengar suaranya
me-ngeong” jawabnya datar.
“keterlaluan! Bahkan seeokor hewan pun enggan hidup bersama
mu.” Sahutku kesal
Tatapanya tetap tenang, dan sesekali
menyeruput kopinya lalu menatapku dingin. Aku takut kata-kataku tadi
menyinggungnya, tapi aku juga semakin geram dibuatnya, rasanya ingin ku
maki-maki saja anak ini. Tapi setiap kali merasa kesal dan ingin memaki aku
slalu mengurungkan niatku ketika mengingat beban hidup yg harus dipikulnya
memang cukup berat, mana mungkin aku tega menambah 1 lagi beban makian.
Tetiba suarnya bergeming.
“kita semua diciptakan untuk saling meninggalkan, berdiri
dalam kebersamaan dan kemudian berlalu sampai salah satunya merasa terabaikan.
Jadi jangan heran kalau moly pun berlaku demikian."
Aku merasakan hantaman yang lebih
sakit dari sebuah pukulan. Sebegitu dahsyat kah beban hidup yg menghujamnya? Atau
sebegitu dalam kah aku menyinggungnya? Sungguh aku tak mampu mengendalikan diri, mataku basah dan
tanpa sadar memeluknya erat. Sambil menahan sesak, kukatakan padanya.
“karna hanya Alloh yg tidak akan meninggalkanmu dan satu
hambanya, Aku.”
Langganan:
Postingan (Atom)